Jumat, 28 Desember 2018

10 Hal Romantis yang dilakukan Nabi Muhammad Kepada Istrinya yang dilupakan anak Zaman NOW

Rumah tangga Rasulullah SAW luar biasa. Rasulullah SAW dan istri-istrinya adalah contoh dan praktik nyata rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah (harmonis, penuh cinta dan kasih sayang). 
 
“Romantisme rumah tangga Rasulullah SAW dengan istri-istri beliau sangat luar biasa. Namun romantisme tersebut banyak ditinggalkan oleh generasi zaman now,” kata Ustaz Tuafiqurrohman SQ saat mengisi pengajian guru  dan karyawan Sekolah Bosowa Bina Insani (SBBI) di Masjid Al Ikhlas Bosowa Bina Insani, Bogor, Jawa Barat, Jumat (9/3).
Dai kondang yang populer dengan sebutan Ustaz Pantun itu lalu menyebut salah satu kitab yang banyak mengupas perihal rumah tangga Rasulullah SAW, yakni Uquudullujain fi haqiiqizzawzain’(Etika berumah tangga dan hak-hak pasangan suami-istri).
“Para santriwati di pondok pesantren pasti belajar kitab ini. Banyak sekali hal romantis yang dianjurkan dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Kalau ini kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, insya Allah rumah tangga kita menjadi rumah tangga yang berkah dan bahagia,” tuturnya.

Pertama, istri menyiapkan minuman untuk suaminya, maka Allah hapuskan dosanya.
Kedua, saumi-istri berjalan sambil berpegangan tangan, maka saat pegangan tangan itu dilepas, Allah tanggalkan dosa-dosa keduanya. “Peganglah tangan istri Anda saat berjalan bersama. Ini bukan lebay. Ini ajaran Rasulullah SAW,” ujar Taufiqurrohman.
Ketiga, suami-istri yang tidur berdampingan, maka pahalanya sama dengan orang yang shalat sunnah 100 rakaat.


Keempat, Rasulullah menganjurkan suami-istri tidur satu selimut berdua.
Kelima, makan sepiring berdua dan minum segelas berdua. “Suatu hari Rasulullah pulang ke rumah dari suatu acara. Istri beliau, Siti Aisyah, hendak mengambilkan minum untuk beliau. Namun Rasulullah SAW melarangnya. Ia kemudian mengambil gelas minum Siti Aisyah yang masih berisi air setengahnya. Beliau mencari bekas bibir Aisyah di gelas tersebut, lalu minum di bekas bibir Aisyah tersebut. Luar biasa romantisnya,” papar Taufiqurrohman.

Keenam, Rasulullah SAW menganjurkan  suami agar sesering mungkin mencium istrinya. Tak hanya mencium wajahnya, tapi juga tangannya. “Rasulullah mencontohkan, setelah tangan beliau dicium oleh istrinya, beliau kemudian meraih tangan istrinya dan menciumnya. Beliau juga mencontohkan perbuatan mencium tangan anak-anak dan cucunya,” ungkapnya.

Ketujuh, Rasulullah menganjurkan istri agar menyempatkan menyisiri rambut suami.
Kedelapan, Rasulullah SAW menganjurkan pasangan suami-istri agar menyempatkan diri mandi bersama.

Kesembilan, Rasulullah menganjurkan suami agar menyempatkan diri menemani istri mengurus pekerjaan rumah tangga. Misalnya membantu pekerjaan di dapur.
Kesepuluh, hendaklah suami memanggil istrinya dengan panggilan kesayangan. Contohnya, Rasulullah memanggil Siti Aisyah dengan panggilan mesra “Yaa Humaira”  (wahai yang berwajah putih kemerah-merahan).
“Saatnya generasi zaman now menerapkan romantisme Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari. Insya Allah akan tercapai rumah tangga yang bahagia, dunia dan akhirat,” papar Ustaz Taufiqurrohman SQ.

Perlakuan Nabi Muhammad kepada istri-istrinya







Siapa tidak mendamba pasangan setia dan selalu mesra? Siapa pula tidak jengah hidup dengan pasangan yang durhaka lagi gampang marah? Faktanya, menjadi pasangan setia dan mesra sungguh tidak mudah.

Alangkah baik kita menjadikan rumah tangga Rasulullah sebagai teladan utama. Inilah potret rumah tangga yang diliput berkah dan bertabur cinta. Panutan umat sejagat ini adalah sosok suami yang pandai mengistimewakan istri.

Beliau biasa memanggil Aisyah dengan sebutan Humaira, yang kemerah-merahan pipinya. Kadang juga Aisy, yang dalam budaya Arab, pemenggalan huruf terakhir dari nama itu menunjukan panggilan manja sebagai tanda sayang. Tidak ada wanita yang tidak tersanjung dipanggil demikian oleh suaminya.

Di tengah kesibukan mengurus umat, Rasulullah juga mampu menjaga keintiman bersama istri. Perhatikan penuturan Aisyah berikut. “Aku pernah mandi janabat bersama Rasulullah dengan satu tempat air. Tangan kami bergantian mengambil air.” (HR Bukhari dan Muslim). Rasulullah juga pernah minum di gelas yang digunakan Aisyah. Beliau pernah makan daging yang sudah digigit Aisyah (HR Muslim).

Kemesraan bahkan tetap dilakukan Rasulullah ketika istri sedang dalam keadaan haid. Simak penuturan Ummu Salamah. “Ketika aku rebahan bersama Rasulullah di lantai, tiba-tiba aku haid. Aku keluar mengambil pakaian haidku. Beliau bertanya, ‘Mengapa kamu, apakah kamu haid?’ Aku menjawab, ‘Ya’. Beliau lalu memanggilku, dan aku tidur bersama beliau di lantai yang rendah.”

Rasulullah memang begitu memuliakan istri. Boleh jadi sebagian suami lebih nyaman keluar rumah bersama rekan, meninggalkan istri di rumah. Perhatikan sikap Rasulullah, sebagaimana kesaksian Aisyah. “Ketika hendak melakukan sebuah perjalanan, Nabi biasa membuat undian di antara para istri beliau. Siapa yang namanya keluar undian, dialah yang ikut pergi bersama Rasulullah.” (HR Bukhari dan Muslim).

Demikian pula ketika beliau menyaksikan hiburan. Aisyah berkisah, “Pada suatu hari, orang-orang berkulit hitam mempertontonkan permainan perisai dan lembing. Aku tidak ingat apakah aku yang meminta atau Nabi sendiri yang berkata padaku, apakah aku ingin melihatnya. Aku menjawab, ‘Ya.’ Lalu beliau menyuruhku berdiri di belakang beliau. Pipiku menempel ke pipi beliau. Beliau berkata, ‘Teruskan permainan kalian, Wahai Bani Arfidah (julukan orang Habasyah)!’ Hingga ketika aku merasa bosan, beliau bertanya, ‘Apakah kamu sudah puas?’Aku menjawab, ‘Ya.’ Beliau lalu berkata, ‘Kalau begitu, pergilah!’.” (HR Bukhari dan Muslim).

Itulah sosok suami sejati. Kendati demikian, sebagai manusia normal, tentu saja rumah tangga Rasulullah tidak bebas dari konflik. Perselisihan dalam rumah tangga adalah bumbu cinta. Namun, ketika berselisih, Rasulullah tidak pernah melibatkan emosi. Ketika sedang marah kepada Aisyah, beliau berkata, “Tutuplah matamu!” Kemudian Aisyah menutup matanya dengan perasaan cemas, khawatir dimarahi Rasulullah. Nabi berkata, “Mendekatlah!” Tatkala Aisyah mendekat, Rasulullah kemudian memeluk Aisyah sambil berkata, “Humairahku, telah pergi marahku setelah memelukmu.”

Tidak pernah ada kalimat kasar dan menyakitkan dalam rumah tangga Rasulullah. Bahkan, beliau biasa memijit hidung Aisyah jika dia marah, sambil berkata, “Wahai Aisyah, bacalah do’a, ‘Wahai Tuhanku, Tuhan Muhammad, ampunilah dosa-dosaku, hilangkanlah kekerasan hatiku, dan lindungilah diriku dari fitnah yang menyesatkan’.” (HR Ibnu Sunni).

Semua kita pasti berharap memiliki rumah tangga yang sakinah dan penuh berkah. Rasulullah telah mengajarkan suami bagaimana memuliakan istri. Seperti sabda beliau, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Lelaki yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Hibban).

Kisah pernikahan Nabi Muhammad dengan Istri-istrinya

Pada Kesempatan kali ini saya ingin membagikan video tentang Kisah pernikahan Nabi Muhammad dengan istri-istrinya, agar anda semua lebih jelas dalam mengetahui bagaimana kisah Pernikahan Nabi dengan istri-istrinya.
# Selamat menikmati....

Sumber : youtube.com
https://www.youtube.com/watch?v=2zk3IDokk0c

Ketika Istri Nabi dilanda rasa Cemburu

Diperlukan sikap santun dan lemah lembut dari suami, berakhlak yang baik dan bijaksana dalam mensikapi pasangan ketika berbuat salah. Sementara bagi istri, diperlukan sikap bijak dan tak berlebihan agar cemburu tak keluar syariah
Ketika Istri Nabi Dilanda Cemburu
ilustrasi
CINTA dan kasih sayang serta sikap lembut dan pemaaf dari suami istri adalah pilar tegaknya bahtera rumah tangga. Kalau kita mengkaji siroh Nabawi kita akan mendapati akhlak Nabi yang mulia dalam bergaul dan memperlakukan keluarga dan para istrinya.
Beliau adalah sosok suami yang sangat besar kecintaan dan kerinduannya kepada istri-istrinya. Beliau selalu memuliakan para istrinya dan tidak pernah sedikit pun menghinakannya. Selalu mengarahkan dan memberinya nasihat. Tidak pernah diriwayatkan beliau memukul atau melukai istri-istrinya.
Abu Hurairah Radliyallohu ‘anhu meriwayatkan;
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِي جَارَهُ وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan juga kepada hari akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya. Pergaulilah wanita kaum wanita dengan baik.” (HR. Bukhari)
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam juga bersabda;
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
 “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap isterinya, dan aku adalah orang yang paling baik terhadap isteriku.” (HR. Tirmidzi)
Namun adakalanya letupan-letupan kecil dari api cemburu menghampiri istri-istri Nabi. Sebagai seorang wanita, istri nabi pun tidak lepas dari sifat cemburu. Dan ini adalah hal yang wajar dan manusiawi. Masalahnya dibanding kita semua, cara Rasulullah mensikapi kecemburuan istri beliau menunjukkan kesempurnaan dan kebaikan akhlak beliau sebagai seorang suami terhadap istrinya. Beliau sangat sabar di saat salah satu istrinya tengah cemburu.

Dalam sebuah hadits, Sahabat Anas bin Malik menceritakan; “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang berada di rumah salah seorang istrinya, ” Anas berkata; “Menurutku adalah Aisyah.” Lalu Salah seorang istri beliau yang lain mengirimkan sepiring makanan yang diantar oleh utusannya, namun istri yang bersama beliau membuang piring yang berada di tangan utusan sehingga pecah terbelah menjadi dua. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakan:  غَارَتْ أُمُّكُمْ “(Ibu kalian sedang cemburu)” Lalu beliau menyatukan dua pecahan piring tersebut dan meletakkan makanannya di atasnya seraya bersabda: “Makanlah oleh kalian!” maka para sahabat pun memakannya. Sementara beliau tetap memegang piring yang pecah tersebut hingga mereka selesai memakan makanannya, lalu diberikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebuah piring yang lain, lalu beliau pun tinggalkan yang pecah.” (HR. Ahmad)
Rasulullah menyebut perbuatan Aisyah tersebut sebagai bentuk cemburu. Lalu beliau berdiri dan menyatukan piring yang terbelah menjadi dua tersebut dan meletakkan makanan yang tercecer diatas piring tersebut kemudian mengajak para sahabat untuk memakannya.

Setelah itu Rasulullah mengirim piring milik Aisyah untuk diberikan kepada istri beliau yang telah mengirim makanan melalui seorang pembantu tadi sebagai ganti atas piringnya yang dipecahkan oleh Aisyah Radliyallohu ‘anha. Sabda beliau dalam hadits riwayat at-Tirmidzi ; طعام بطعام، وإناء بإناء “(merusakkan makanan diganti dengan makanan, bejana diganti dengan bejana)”. Lalu selesailah perkara. Yang demikian ini karena sikap santun dan bijaksana yang dimiliki oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam.
Hadits diatas menunjukkan kebaikan akhlak beliau dalam mensikapi istrinya yang sedang cemburu. Beliau tidak marah kepada Aisyah apalagi sampai memukulnya.
Seandainya bukan Rasulullah, tentu orang yang mengalami kejadian seperti cerita diatas akan sangat marah kepada istrinya. Ia akan merasa sangat malu dan terinjak-injak harga dirinya dihadapan sahabat-sahabatnya. Tidak menutup kemungkinan malah ia akan menghajar istrinya dan terjadilah kasus KDRT.
Ibnu Hajar Al-Atsqalani mengatakan, sabda nabi “ghaarat ummukum” (ibu kalian dilanda cemburu) menunjukkan sikap memaafkan yang ditunjukkan Nabi kepada perbuatan Aisyah. Dan ini juga menunjukkan tentang tidak bolehnya memberi hukuman kepada seorang istri yang sedang cemburu karena saat itu akalnya sedang tertutup oleh marah akibat cemburu.
Tidak hanya di sini saja ‘Aisyah cemburu. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim diceritakan;
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ مِنْ عِنْدِهَا لَيْلًا قَالَتْ فَغِرْتُ عَلَيْهِ فَجَاءَ فَرَأَى مَا أَصْنَعُ فَقَالَ مَا لَكِ يَا عَائِشَةُ أَغِرْتِ فَقُلْتُ وَمَا لِي لَا يَغَارُ مِثْلِي عَلَى مِثْلِكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقَدْ جَاءَكِ شَيْطَانُكِ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَوْ مَعِيَ شَيْطَانٌ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَمَعَ كُلِّ إِنْسَانٍ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَمَعَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ نَعَمْ وَلَكِنْ رَبِّي أَعَانَنِي عَلَيْهِ حَتَّى أَسْلَمَ
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam keluar dari kediamannya pada suatu malam. Aisyah berkata: Aku merasa cemburu pada beliau lalu beliau datang dan aku melihat yang beliau lalukan. Beliau bertanya: “Kau kenapa, Wahai Aisyah?” aku menjawab: Orang sepertiku mengapa tidak menyemburui orang seperti Tuan? Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Apa setanmu mendatangimu?” Aisyah bertanya: Wahai Rasulullah, apakah ada setan menyertaiku? Beliau menjawab: “Ya.” Aisyah bertanya: Juga menyertai semua manusia? Beliau menjawab: “Ya.” Ia bertanya: Menyertai Tuan juga? Beliau menjawab: “Ya, hanya saja Rabbku menolongku mengalahkannya hingga ia masuk Islam.” (HR. Muslim)
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Aisyah juga menceritakan;
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ذَكَرَ خَدِيجَةَ أَثْنَى عَلَيْهَا فَأَحْسَنَ الثَّنَاءَ قَالَتْ فَغِرْتُ يَوْمًا فَقُلْتُ مَا أَكْثَرَ مَا تَذْكُرُهَا حَمْرَاءَ الشِّدْقِ قَدْ أَبْدَلَكَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهَا خَيْرًا مِنْهَا قَالَ مَا أَبْدَلَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ خَيْرًا مِنْهَا قَدْ آمَنَتْ بِي إِذْ كَفَرَ بِي النَّاسُ وَصَدَّقَتْنِي إِذْ كَذَّبَنِي النَّاسُ وَوَاسَتْنِي بِمَالِهَا إِذْ حَرَمَنِي النَّاسُ وَرَزَقَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَلَدَهَا إِذْ حَرَمَنِي أَوْلَادَ النِّسَاءِ
“Ketika Rasulullah menyebut-nyebut kebaikan Khadijah, timbullah kecemburuan di hati Aisyah. Aisyah menceritakan, “Apabila Nabi Shallallahu’alaihiwasallam mengingat Khodijah, beliau selalu memujinya dengan pujian yang bagus. Maka pada suatu hari saya merasa cemburu hingga saya berkata kepada beliau; ‘Alangkah sering engkau mengingat wanita yang ujung bibirnya telah memerah, padahal Allah telah menggantikan untuk engkau yang lebih baik darinya. Serta merta Rasulullah bersabda: “Allah AzzaWaJalla tidak pernah mengganti untukku yang lebih baik darinya, dia adalah wanita yang beriman kepadaku di saat manusia kafir kepadaku, dan ia membenarkanku di saat manusia mendustakan diriku, dan ia juga menopangku dengan hartanya di saat manusia menutup diri mereka dariku, dan Allah AzzaWaJalla telah mengaruniakan anak kepadaku dengannya ketika Allah tidak mengaruniakan anak kepadaku dengan istri-istri yang lain.” (HR. Ahmad)

Tak berlebihan hingga keluar Syariat
Cemburu adalah hal yang lumrah dan alami dalam kehidupan suami istri. Namun bila cemburu sudah kelewat batas maka tentunya membawa dampak negatif bagi kelangsungan hidup rumah tangga dan akan menimbulkan banyak permasalahan.
Cemburu itu ada dua jenis; Jenis yang terpuji dan yang tercela. Cemburu yang terpuji adalah cemburu yang tidak melewati batas syari’at. Cemburu yang tercela ia melewati batas syari’at. Jika kecemburuan itu melewati batas syari’at akan menjadi tercela karena ia akan mendorong pelakunya untuk menuduh orang lain, terutama tuduhan suami terhadap istrinya. Padahal Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيراً مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa.” (Al-Hujurat: 12)
Dan di dalam Shahihain dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((إِيَّكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الحَدِيْثِ))
“Jauhi oleh kalian prasangka karena sesungguhnya prasangka itu adalah sedusta-dusta pembicaraan.”
Oleh karena itu diperlukan sikap santun, lemah lembut dan bijak saja dari suami, dalam mensikapi pasangan ketika berbuat salah. Sementara bagi istri, diperlukan sikap bijak dan tak berlebihan saat mengelola cemburu agar tak keluar dari koridor syariat.
Oleh karena itu dalam lanjutan hadits yang disebut diawal, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam mewasiatkan kepada para orang tua dan para suami untuk memperlakukan putri-putri dan istri-istri mereka dengan baik serta senantiasa mewasiatkan kebaikan sebagaimana sabdanya;
وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
“Pergaulilah kaum wanita dengan baik, sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk. Dan sesuatu yang paling bengkok yang terdapat tulang rusuk adalah bagian paling atas. Jika kamu meluruskannya dengan seketika, niscaya kamu akan mematahkannya, namun jika kamu membiarkannya maka ia pun akan selalu dalam keadaan bengkok. Karena itu pergaulilah wanita dengan penuh kebijakan.” (HR. Bukhari).*/Imron Mahmud

Kisah cinta Nabi Muhammad dengan Aisyah






 Aisyah binti Abu Bakar Asshiddiq adalah salah satu perempuan yang paling penting dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW. Sejarah juga mencatat ia sebagai orang yang mempunyai pengaruh besar dalam penyebaran ajaran-ajaran Islam.

Aisyah dikenal sebagai periwayat hadis terbesar pada masanya. Dia juga merupakan seorang yang cerdas, fasih, dan mempunyai ilmu bahasa yang tinggi. Ia dilahirkan di Makkah, sekitar tahun kedelapan sebelum Hijriah.

Ketika Khadijah meninggal dunia, Rasulullah merasa amat sedih. Saat tekanan kesedihan mereda, beliau sering mengunjungi rumah sahabat, termasuk Abu Bakar Ash-Shiddiq. Saat itu ia berkata, “Wahai Ummu Ruman, jagalah Aisyah anak perempuanmu itu dengan baik dan peliharalah dia.”

Karena pesan Rasulullah ini, Aisyah jadi punya kedudukan istimewa dalam keluarganya. Sejak Abu Bakar masuk Islam hingga masa hijrah, Rasulullah selalu mengunjungi rumah Abu Bakar dan keluarganya.

Hingga akhirnya Rasulullah pun menikahi Aisyah atas petunjuk Allah. Aisyah sudah memiliki garis takdir penting dalam perjalanan hidupnya dan Islam.
Pernikahan ini terjadi di Makkah pada bulan Syawal, tiga tahun sebelum Hijrah. Pada saat itu, Aisyah berumur tujuh tahun. Rasulullah baru membangun bahtera rumah tangga dengan Aisyah ketika ia berumur sembilan tahun di Madinah pada bulan Syawal tahun pertama Hijrah. 

Rasulullah banyak mengajarkannya fiqih dan ilmu-ilmu tentang perempuan. Aisyah adalah seorang wanita yang paling beruntung yang dimilikinya dan paling dicintainya diantara istri-istri Rasul yang lain.

Saking cintanya Rasulullah SAW pada Aisyah, beliau mendoakannya dengan doa, “Ya Allah, ampunilah Aisyah dari dosanya yang telah lalu dan yang akan datang, yang tersembunyi dan yang terlihat.”

Aisyah juga amat mencintai Rasulullah SAW. Namun, perjalanan mereka tidak selalu mulus. Banyak masalah, iri, cemburu, dan lainnya yang menghampiri mereka. Hingga pada suatu ketika, Nabi SAW datang padanya dan menawarkan perpisahan.

Rasulullah berkata, “Aku akan menawarkan padamu suatu perkara, kau tidak perlu terburu-buru untuk memutuskannya hingga kau berdiskusi dengan kedua orang tuamu.” Aisyah bertanya, “Tentang apa ini, ya Rasulullah?”

Kemudian Nabi Muhammad SAW membacakan ayat Alquran, “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: "Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, marilah supaya kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar.” (QS Al-Ahzab: 28-29).

Aisyah berkata, “Lalu untuk apa kau menyuruhku berunding dengan kedua orang tuaku, padahal aku telah tahu. Demi Allah, kedua orang tuaku tidak akan menyuruhku untuk berpisah darimu. Bahkan aku telah memutuskan untuk memilih Allah, Rasul-Nya dan akhirat.” Rasulullah pun merasa gembira dan takjub dengan jawaban Aisyah.
Kecintaan besar yang dinikmati Aisyah dari Nabi Muhammad SAW tentu saja merupakan faktor pemicu pada sebagian orang untuk merasa iri dan cemburu. Sehingga banyak yang melemparkan tuduhan pada wanita suci ini. Namun Allah selalu membebaskan dirinya dari segala tuduhan tersebut. Kedudukan Aisyah hingga kini tetaplah mulia. Rasulullah SAW pun tidak pernah berhenti mencintainya.

tugas UAS Lia Nurfiana - 171310003786

https://drive.google.com/file/d/1UIc0vBK1NbmR3eN24sRYzetZNlfvXoT4/view?usp=sharing